BREAKINGNEWS, HUKUM DAN KRIMINALITAS, SMSI, METRO – Praktik menghalangi kebebasan pers yang dialami wartawan media cetak dan online Harian Momentum.com di Kota Metro, Provinsi Lampung, mendapat kecaman dari khalayak umum.
Setelah sebelumnya sejumlah organisasi jurnalis di Lampung dan di luar provinsi mengutuk keras peristiwa tak terpuji itu, kali ini Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kota Metro juga menyerukan hal serupa.
Ketua SMSI Kota Metro, Ali Imron Muslim S.E., menyesalkan terjadinya praktik menghambat kerja jurnalistik dalam mencari dan menggali informasi di lapangan di Kota Pendidikan itu.
“Sebagai pejabat negara, apalagi pejabat struktural, seharusnya kabid di dinsos itu tidak melakukan perampasan alat kerja wartawan. Apalagi saat sesi konfirmasi, apa pun alasannya. Karena, dengan jabatan yang diemban, tentunya juga harus diimbangi dengan SDM yang berkualitas. Sehingga, tidak menimbulkan gejolak dan masalah saat berhadapan dengan wartawan,” kata Ali, Sabtu (3/4/2021).
Menurut dia, praktik menghambat kerja jurnalistik seperti perampasan alat kerja, mengancam dan mengusir seorang wartawan ketika bertugas liputan, merupakan sikap yang tidak bisa ditolerir.
“Apa pun alasannya. Dan siapa yang salah siapa yang benar, jangan mencari alibi. Wartawan itu pemberi informasi untuk pemerintah dan masyarakat. Apalagi yang dikonfirmasi merupakan program pimpinan, seharusnya yang membidangi terbuka terhadap wartawan, jangan mencari alasan ini dan itu. Apalagi menolak dikonfirmasi, dampaknya pasti panjang. Karena wartawan bertugas didasari undang-undang pers,” tegasnya.
Dia menjelaskan, seperti tertuang dalam Pasal 4 Ayat 2 UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.
“Perlu diketahui terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran,” tegasnya.
Dia menambahkan, seseorang maupun pejabat publik umum yang menghambat tugas wartawan di lapangan bisa dikenakan Pasal 18 Ayat 1 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) dan Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
“Tidak hanya menghalangi kerja jurnalistik, ASN yang merampas alat pendukung kerja wartawan itu juga melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang serta perampasan barang secara tidak berhak. Pasal pidananya jelas, karena merampas hak milik orang lain itu ada pidananya, lebih lanjutnya kita akan koordinasi terlebih dahulu dengan aparat hukum,” tambahnya.
Terkait hal tersebut, SMSI Kota Metro menyampaikan beberapa poin sebagai bentuk sikap.
1. Menuntut Kepala Dinas Sosial Kota Metro untuk meminta maaf kepada awak media atas tindakan yang dilakukan anak buahnya tersebut kepada publik dan Rio. Karena, jurnalis bekerja untuk kepentingan khalayak.
2. Meminta Walikota Metro untuk segera mengambil sikap memberikan sanksi tegas kepada Plt Kabid Rehabilitasi dan Pemberdayaan Sosial Wiwik Setiarini.
Sebelumnya, Rio mengatakan, peristiwa perampasan peralatan kerja (handphone) disertai pengusiran dan pengancaman itu terjadi di kantor Dinas Sosial Kota Metro, Kamis (1/4/2021).
“Saya ke dinsos untuk konfirmasi terkait rencana realisasi pembagian bantuan insentif lima ratus ribu untuk warga lanjut usia. Pembagian insentif itu, bagian dari program seratus hari kerja Walikota dan Wakil Walikota Metro Wahdi Siradjuddin dan Qomaru Zaman,” kata Rio, dilansir harianmomentum.com.
Rio melanjutkan, di kantor dinsos, dia bertemu Kabid Linjamsos Sri Mubarokah. Kabid Linjamsos, kemudian mengarahkan Rio ke Bidang Rehabilitasi dan Pemberdayaan Sosial.
“Saya bertemu Plt Kabid Rehabilitasi dan Pemberdayaan Sosial Wiwik Setiarini yang juga menjabat kasi bidang tersebut. Namun, dia enggan dikonfirmasi terkait program tersebut. Alasannya akan memberi tahu dulu ke kadis dan sekretaris dinas,” tuturnya.
“Lalu saya izin untuk ambil foto. Belum sempat saya foto, dia langsung merampas HP saya, sambil bilang jangan difoto-foto,” terangnya.
Tak sampai di situ, setelah HP miliknya dirampas, Rio juga diusir ke luar ruangan.
“Karena HP saya dirampas, saya berdebat. Tapi HP saya sudah pindah tangan ke stafnya. Staf itu sepertinya mau menghapus rekaman suara konfirmasi saya, tapi langsung saya rebut lagi HP itu. Setelah itu saya diusir keluar oleh staf lainnya. Bahkan, ada staf di ruangan itu yang mengancam akan memenjarakan saya,” tuturnya.
Sebelum ke dinsos, menurut Rio, dia sudah mencoba mengonfirmasi Walikota Metro Wahdi Siradjuddin terkait program seratus hari kerja tersebut.
Saat itu, Walikota mengarahkan untuk mengonfirmasikan hal tersebut ke Plt Sekda Pemkot Metro Bangkit Haryo Utomo.
“Saya sudah konfirmasi Walikota dan diarahkan ke Plt Sekda. Lalu saya konfirmasi Plt Sekda. Kemudian oleh sekda diarahkan ke dinsos, supaya dapat informasi yang jelas dan akurat. Tapi kok, kejadian yang saya terima di dinsos justru tidak mengenakan. Padahal, niat saya baik, mau mempublikasikan program seratus hari kerja walikota,” sesalnya.(**)
TEAM TABIRNEWS-TN