HAKIM IFA SULIT DUTEMUI Humas : “Sanksi Sudah Dijalani”

“HAKIM IFA SULIT DUTEMUI”
Humas : Sanksi Sudah Dijalani

Jakarta-TABIRNEWS.COM– Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar, Ifa Sudewi sulit ditemui setelah namanya senter disebut sebagai Penerima Suap dalam tiga kali persidangan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Rohadi (Terpidana/Pemohon).

Selama hampir tiga pekan, wartawan Bali Tribune yang bermaksud mengkonfirmasi dan meminta hak jawabnya atas fakta sidang PK tersebut, selalu menemui jalan buntu.

Jumat, (8/11), Humas PT Denpasar, Nyoman Sumaneja memberi konfirmasi soal hakim Ifa Sudewi. Kata dia, terungkapnya nama Ifa dalam sidang PK Rohadi sudah diketahuinya. “Namun, Pimpinan PT Denpasar tidak berkewenangan untuk mengomentari karena hal itu terungkap dalam persidangan PK,” ujar Sumaneja.

Tentang sanksi etik yang dijatuhkan Badan Pengawas Mahkamah Agung terhadap hakim Ifa, Sumaneja mengakuinya. Dan, lanjut dia, semua berjalan sesuai aturan. “Sekali lagi, dalam hal sanksi yang dijatuhkan Badan Pengawas MA, kami tidak memiliki kewenangan untuk mengomentari,” tegasnya.

“Kalau begitu, hakim Ifa masih menjalani sanksi sebagai hakim non palu..!!!?? Benarkah,” pancing wartawan Lipsus Tabirnews.com
“Sudah selesai,” pungkas Sumaneja tanpa merinci apa yang dimaksud sudah selesai itu.

Sementara sumber lain dalam lingkungan PT Denpasar yang menolak dijelaskan namanya menjelaskan, sejak pemberitaan media tentang sidang PK Rohadi di PN Jakarta Pusat yang menyebut nama hakim PT Denpasar (Ifa Sudewi), tampaknya yang bersangkutan (Ifa) jarang kelihatan sebagai mana sedia kala.

“Soalnya berita itu menjadi bahan cerita di kantor dan dimana-mana. Begitu melihat beliau (Ifa), orang langsung mengingat kasus yang dituduh melibatkan dirinya,” ujar sumber itu.

Dikatakan, kehadiran wartawan di PT Denpasar dalam dua Minggu belakangan, selalu diwaspadai. “Pejabat di sini selalu menduga pasti konfirmasi berita tentang Ifa,” papar pria yang mengaku kenal dengan hakim Ifa itu.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, hakim Ifa, ketika masih bertugas di PN Jakarta Utara dan menjadi Ketua Majelis hakim yang menyidangkan kasus kejahatan kesusilaan artis dangdut Saipul Jamil, disinyalir terlibat dalam kasus suap pedangdut tersebut tapi tidak ikut terseret untuk menanggung akibat pidana.

Sinyalemen itu kemudian diungkap secara rinci dan transparan dalam sidang PK yang diajukan Rohadi. Melalui memori dan kesimpulan PK, Pemohon PK, Rohadi menjelaskan lebih dari lima kali percakapan Berthanatalia Ruruk Kariman, pengacara Saipul Jamil yang bertugas memberi suap, mengaku bertemu dengan Ifa Sudewi untuk berbicara tentang perkara Saipul Jamil, juga bahwa Rohadi disetting sejak awal sebagai Penghubung antara Berthanatalia selaku pemberi suap dan hakim IFA selaku penikmat hasil suap.

“Banyak fakta sidang yang mengungkap posisi saya diatur sebagai Penghubung agar hubungan suap menyuap itu tidak tampak nama Bertha dan Ifa. Dan, bahwa hakim Ifa dan segenap pimpinan lain menimati uang suap pemberian Bertha itu dalam berbagai bentuk seperti tiket ke Malang, Solo, Medan dan fasilitas akomodasi lain. Tapi, majelis hakim Tipikor pada PN Jakarta Pusat mengabaikan fakta itu, malah setiap saya menyebut peran “hakim” dalam sidang, selalu dibentak majelis hakim,” ungkap Rohadi di sidang PK, 24 Oktober 2019 lalu.

Rohadi bahkan meminta majelis hakim PK agar memerintahkan JPU KPK agar menghadirkan barang bukti berupa HP dan CCTV merekam percakapan Bertha dan Ifa serta keterlibatan keduanya dalam kasus suap. “Termasuk hakim Karel Tuppu, suami Bertha yang ikut menekan saya agar tidak membawa nama hak dalam sidang. Barang bukti berupa HP itu disita KPK dan CCTV di ruang tahanan KPK, hotel dan ruang hakim Ifa yang bisa disita penyidik, sampai sampai saat ini belum dihadirkan di depan sidang sehingga hakim hanya mempertimbangkan dan menafsirkan fakta-fakta lain yang merugikan atau mengorbankan saya,”kata Rohadi.

Menurut Rohadi, dirinya menangkap kesan kuat dijadikan Tumbal oleh para hakim untuk memikul semua akibat pidana dari kasus suap Saipul Jamil demi melindungi oknum oknum hakim yang justru menjadi inisiator dan penikmat dari hasil suap.

“Mulai dari upaya menekan saya untuk tidak menyebut nama hakim, melepas fakta sidang yang meringankan dan menyembunyikan fakta keterlibatan Hakim dalam konstruksi kasus suap, serta menggiring semua kesalahan seolah olah Saya inisiator dan penikmat hasil suap. Itu yang terjadi pada sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat tahun 2016 lalu,” urai Rohadi.

Sementara itu, akademisi hukum Dr, I Nyoman Sentani, SH, MH menilai, kasus hukum yang menimpa Rohadi hingga mengajukan PK itu lebih disebabkan karena penerapan pasal pidana yang salah. “Dalam teori pembuktian, hal itu diakibatkan oleh banyak hal, diantaranya; norma hukumnya kabur atau kosong, hakimnya khilaf atau bisa juga sengaja untuk mengamankan pelaku lain dalam kasus yang sama,” ujar alumni Fakultas Hukum Unair, Surabaya ini.

EDITOR KORESPONDEN : TEAM LIPSUS TN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *